Leang Kassi, sebenarnya merujuk kepada salah
satu leang (gua) prasejarah yang berada di Kampung Belae’, Kelurahan Biraeng,
Minasate’ne. Jaraknya sekitar 15 kilometer dari ibukota Kabupaten Pangkep. Didalamnya
terdapoat berbagai peninggalan sejarah yang kita bisa dapatkan. Didalam goa
kita dapat temui staktit yang menjulur sampai kebawah yang diperkirakan berusia
ratusan tahun. Terdapat pula bekas telapak tangan yang menjadi bukti peninggalan
manusia prasejarah di daerah Pangkajene. Situs ini adalah sebuah
ceruk, dengan arah hadap barat daya. Untuk mencapainya sangat mudah
karena ketinggiannya dari permukaan tanah sekitarnya hanya sekitar 5 meter yang
mana pada sebelah kanan bagian bawahnya terdapat mata air yang berasal dari
sebuah gua, mengalirkan air sepanjang tahun.
Pemkab
Pangkep, dalam hal ini Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) memanfaatkannya
sebagai salah satu sumber air minum yang didistribusikan ke beberapa wilayah
Minasate’ne dan Pangkajene. Aliran air dibawah Leang Kass tersebut melewati
bagian depan situs Leang lompoa, Leang Buto dan Leang Bubbuka. Di daerah sekitar Leang Kassi inilah, warga
setempat memanfaatkan mata air pegunungan yang mengalir sepanjang tahun. Sumber
mata air dekat situs Leang Kassi ini seringkali dimanfaatkan sebagai sarana
permandian alam yang menyegarkan, bahkan kini tersedia pula sarana terapi ikan
yang dibuka oleh masyarakat setempat, tiada henti untuk
memelihara ikan dalam bahasa lokal yang disebut pai-pai. Ikan Pai-pai dipercaya
bisa mendatangkan rezeki tersendiri bagi mereka, dibuatkan kolam khusus, di
mana setiap pengunjung dapat mencelupkan kaki mereka untuk terapi ikan. Terapi ikan (Fish
Treat) sebenarnya hal baru dalam terapi kesehatan, termasuk bagi warga
Minasate’ne Pangkep.
Terapi ikan semacam ini asalnya dari daerah
utara dan pusat Timur Tengah. Dalam prakteknya, seseorang hanya
mencelupkan kakinya ke sebuah sungai yang berisi ikan jenis garra rufa dan
seketika itu juga puluhan bahkan ikan tersebut mengerumunikaki."Rasanya
tak sakit, hanya sedikit geli dan itu kemudian dipercaya sebagai terapi
kesehatan," kata Sukma (35), Pinjagga Terapi Ikan, (25/4) siang.Kulit
terlihat lebih bersih dan setelah terapi, tubuh khususnya bagian kaki terasa
lebih segar dan ringan. Itulah sebabnya, tak sedikit orang yang
mencelupkan badannya dan membiarkan seluruh tubuhnya digigit ikan Pai-pai
(garra rufa). Mereka
dipercaya, ikan yang
tak memiliki gigi tersebut memiliki daya hisap dan insting untuk menghisap
kulit-kulit mati manusia.
Sebagian besar pengunjung Leang Kassi, selain untuk menikmati wisata alam
pegunungan yang menyegarkan juga menyempatkan singgah untuk melakukan terapi
ikan, meski mereka tidak mengetahui secara jelas apa manfaatnya. Menurut
mereka, seperti diungkapkan Nurwahida, seorang guru sempat mengunjungi wisata
persejarah di Leang Kassi, dan menyempatkan dirinya melakukan terapi ikan di
Leang Kassi.
seraya menikmati
segarnya udara pegunungan.
Salah satu alasan
mengapa pengunjung pada akhirnya banyak
menyempatkan singgah
untuk terapi ikan di Leang Kassi adalah karena murah, hanya Rp 5000 perorang,
dengan waktu celup kaki selama 30 menit dan berlaku kelipatannya, Rp
10.000 per orang untuk waktu selama 60 menit. Bagi yang berendam, dikenakan
tarif sebesar Rp 10.000 per 30 menit.
Pengunjung
kebanyakan datang dari wilayah perkotaan, seperti Makassar dan sekitarnya. Di
Makassar sendiri, sudah ada beberapa mall, yang menyiapkan terapi ikan, namun
tarifnya mahal, sekitar Rp 80.000 sampai Rp 100.000,- per 60 menitnya. Terapi ikan di Leang
Kassi dengan sendirinya memiliki manfaat ganda bagi masyarakat dan para
pengunjung. Objek wisata prasejarah Leang Kassi dan leang prasejarah di
sekitarnya ikut dikenal dunia luar. Hanya
saja, membludaknya pengunjung di obyek wisata prasejarah seperti itu, biasanya
dibarengi dengan maraknya perbuatan vandalisme, mencoret-coreti dinding gua,
pohon, sampai membuang sampah dalam lingkungan obyek wisata, termasuk di dalam
gua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar