Tarian bissu atau biasa disebut ‘ma’bissu’
ini merupakan tarian tradisional yang asli berasal dari Pangkep. Tarian ini
dapat dilihat di kecamatan Segeri yang masih merupakan wilayah kabupaten
Pangkep. Satu hal yang khas dari tarian ini adalah dimana para bissu menari
seperti orang kesurupan sambil menusuk-nusuk tubuh mereka. Ma’bissu ini
dilakukan sebagai tanda penghormatan tehadap dewata (tuhan) dimana
dimulai dengan puang matoa memulai menari seperti sedang kerasukan diikuti oleh
puang lolo. Dalam melaksanakan ma’bissu diperlukan peralatan seperti bassi baranga, lae-lae, teddung arajang, bendera arajang,
alameng, alisu, paccoda, oiye, kancing, anak baccing, Pui-pui, gendang, dan
gong.
Wisata Budaya seperti Pa’Bissu,
Tari Pamingki dan beberapa tarian tradisional lainnya. Untuk Pa’bissu, suatu
budaya yang kini masih dipegang erat oleh sekelompok masyarakat Bissu untuk
menghormati leluhur. Tarian ini, sangat menakjubkan karena dengan menggunakan
sebilah keris dan menancapkannya di batang leher. Dengan tarian dan musik yang
khas, tarian itu menjadi sajian yang mengandung nilai budaya yang kental.
Pa’bissu ini juga banyak dipergunakan masyarakat petani pada awal mengolah
lahannya. Mabbisu ini biasanya diperagakan
oleh 6 orang Bissu utama yang dipimpin oleh ketua Bissu di daerah itu.
Keenam Bissu tersebut berdandan seperti layaknya perempuan dengan pakaian
berwarna keemasan dan badik di pinggang. Setelah itu, dengan diiringi
tabuhan gendang yang berirama khas, mereka melantunkan alunan mantra
mitis dengan bahasa To Rilangi (bahasa kuno orang Bugis) sambil menari memutari
Arajangnge, yaitu benda yang dikeramatkan dan diyakini sebagai tempat ruh
leluhur beristihat. Di depan Arajangnge itu telah disiapkan berbagai sesaji
dari kue-kue tradisional Bugis, buah-buahan, ayam serta kepala kerbau dan
sapi sebagai persembahan kepada leluhur mereka.
MAGGIRI
(BOR)
Acara maggiri adalah lanjutan dari acara
ma'bissu, dalam melakukan ma'bissu mereka seperti orang kesurupan, mereka
menari tanpa mengenal lelah dalam keassyikan menari puang Matoa mulai
memperlihatkan kehormatannya kepada Dewata, tanda penghormatan itu dilakukan
dengan menusuk-nusuk krisnya ke arah tenggorokannya, sambil menusuknya iapun
memutar-mutarnya, kelakuan puang matoa diikuti pula oleh puang Lolo, pada
akhirnya semua bissu mulai menari dengan menusuk-nusuk kearah badannya, dalam
menusuk itu iapun memutar-mutar bahkan ada Bissu yang meletakkan krisnya di
lantai dengan sedemikian rupa kemudian menduduki krisnya itu dengan diiringi
oleh suara gendang yang makin melangking yang diikuti oleh bunyi pui-pui dan
gong
Demikian pula dengan aktivitas
komunitas Bissu yang masih melakukan ritual sebelum tanam padi dan masyarakat
sekitar mendukung saat keramaian tiba. Kepercayaan inipun masih sangat
berpengaruh karena masyarakat Segeri masih takut melakukan tanam padi sebelum
adanya ritual tanam padi tersebut dilaksanakan karena takut akan gagal panen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar